Peranan Pendamping Masyarakat
Pendamping
yang dimaksudkan disini, dapat berupa Fasilitator, Kader, Setrawan atau
nama pendamping lainnya. Pada dasarnya siapa saja yang berperan
mendampingi masyarakat dikategorikan sebagai pendamping.
Secara garis besar pendamping masyarakat memiliki 3 peran yaitu: pembimbing, enabler, dan ahli.
Sebagai pembimbing, pendamping
memiliki tugas utama yaitu membantu masyarakat untuk
memutuskan/menetapkan tindakan. Disini pendamping perlu memberikan
banyak informasi kepada masyarakat, agar masyarakat memiliki pengetahuan
yang memadai untuk dapat memilih dan menetapkan tindakan yang dapat
menyelesaikan masalah mereka.
Sebagai enabler, dengan
kemampuan fasilitasinya pendamping mendorong masyarakat untuk mengenali
masalah atau kebutuhannya berikut potensinya. Mendorong masyarakat
untuk mengenali kondisinya, menjadi begitu penting karena hal ini adalah
langkah awal untuk memulai kegiatan yang berorientasi pada peningkatan
kemampuan masyarakat. Ketrampilan fasilitasi dan komunikasi sangat
dibutuhkan untuk menjalankan peran ini.
Sebagai ahli,
pendamping dengan ketrampilan khusus yang diperoleh dari lingkup
pendidikannya atau dari pengalamannya dapat memberikan
keterangan-keterangan teknis yang dibutuhkan oleh masyarakat saat mereka
melaksanakan kegiatannya. Keteranga-keterangan yang diberikan oleh
pendamping bukan bersifat mendikte masyarakat melainkan berupa
penyampaian fakta-fakta saja. Biarkan masyarakat yang memutuskan
tindakan yang akan diambil. Untuk itu pendamping perlu memberikan banyak
fakta atau contoh-contoh agar masyarakat lebih mudah untuk mengambil
sikap atau keputusan dengan benar.
Pendamping dalam ruang lingkup
pemberdayaan masyarakat perlu menyadari, bahwa peran utamanya melakukan
pembelajaran kepada masyarakat.
A. Pengertian Pendampingan
Dikalangan dunia pengembangan masyarakat
istilah “pendampingan” merupakan istilah baru yang muncul sekitar
90-an, sebelum itu istilah yang banyak dipakai adalah “pembinaan”.
Ketika istilah pembinaan ini dipakai terkesan ada tingkatan yaitu ada
pembinaan dan yang dibina, pembinaan adalah orang atau lembaga yang
melakukan pembinan sedangkan yang dibina adalah masyarakat.
Kesan lain yang muncul adalah pembinaan
sebagai pihak yang aktif sedang yang dibina pasif atau pembinaan adalah
sebagi subjek yang dibina adalah objek. Oleh karena itu istilah
pendampingan dimunculkan, langsung mendapat sambutan positif dikalangan
praktisi pengembangan masyarakat. Karena kata pendampingan menunjukan
kesejajaran (tidak ada yang satu lebih dari yang lain), yang aktif
justru yang didampingi sekaligus sebagai subjek utamanya, sedang
pendamping lebih bersifat membantu saja. Dengan demikian pendampingan
dapat diartikan sebagai satu interaksi yang terus menerus antara
pendamping dengan anggota kelompok atau masyarakat hingga terjadinya
proses perubahan kreatif yang diprakarsai oleh anggota kelompok atau
masyarakat yang sadar diri dan terdidik (=> tidak berarti punya
pendidikan formal)
B. Mengapa kelompok masyarakat perlu didampingi ?
Selama ini merupakan hal yang biasa atau
sah-sah saja bila suatu instansi pemerinatah, swasta atau
lembaga-lembaga swadya masyarakat datang atau masuk di desa yang
dikatakan miskin, tertinggal, atau terpencil dan mengatakan bahwa mereka
mau membantu atau mendampingi masyarakat untuk membangun desanya.
Apakah kita pernah bertanya pada diri kita sendiri, benarkah mereka
membutuhkan? apakah mereka pernah minta didampingi? apakah kalau tidak
didampingi mereka tidak akan hidup atau tidak berkembang? Tetapi
bukankah selama ini masyarakat tidak pernah menolak didampingi?. Mengapa
mereka tidak pernah menolak?. dan sejumlah pertanyaan reflektif lain
masih dapat dimunculkan. Untuk menjawab pertanyaan diatas bukanlah suatu
hal yang sulit bila itu menurut pemikiran dan atas dasar rasionalitas
kita, tetapi dapatkah kita menjawab menurut cara berfikir dan hati
nurani mereka? Bila mau jujur dan objektif, sebagian besar dari kita
bahkan tidak pernah mempertanyakan hal-hal seperti tersebut diatas.
Walaupun telah menggunakan istilah pendampingan, tetapi bila datang ke
desa atau sekelompok masyarakat di desa, pada umumnya kita telah membawa
program/proyek yang keputusannya ada dan tidak ada program/proyek itu
tidak dilakukan masyarakat tetapi oleh KITA-KITA para pendamping.
Sekali lagi masyarakat tidak pernah
menolak adanya program/proyek itu, walaupun hal itu tidak seperti yang
mereka harapkan atau mereka butuhkan. Dari gambar tersebut diatas
sebenarnya “keluguan, kejujuran, keterbukaan, sikap menghargai, semangat
kerja sama dan sebgainya” dari masyarakat terhadap orang luar, bukanlah
menunjukan ketidak tahuan mereka tetapi lebih kepada keingin tahuan
mereka terhadap orang luar. Maka bila dalam proses pendampingan, yang
rugi adalah pendamping itu sendiri.
Ia tidak tahu banyak hal yang diketahui
oleh kelompok atau masyarakat, yang justru tidak akan kita temui di
bangku pendidikan atau buku, sebab pengetahuan mereka berangkat dari
pengalaman. Kini kembali pada pertanyaan awal, (jadi ) mengapa kelompok
masyarakat didampingi ? Dari uraian tersebut diatas kiranya dapat lebih
membuka cakrawala kita semua bahwasanya pendampingan kelompok masyarakat
hendaknya dilihat sebagai penyatuan sumber daya yang ada di dalam dan
yang datang dari luar kelompok masyarakat.
Masyarakat memiliki pengetahuan yang
berakarkan pada pengalaman dan dalam proses mikro sedangkan pendamping
memiliki pengetahuan yang bersifat intelektual formal dan dalam proses
makro.
Dengan demikian bila keduanya berinteraksi secara aktif akan membawa suatu perubahan yang dinamis.
C. Tujuan Pendampingan
Bila kembali pada inti pengertian pendampingan yaitu terjadinya proses perubahan kreatif yang diprakarsai
oleh masyarakat sendiri, jelas menunjukan adanya proses inisiatif dan
bentuk tindakan yang dilakukan oleh masyarakat sendiri, tanpa adanya
intervensi dari luar.
Dengan demikian tujuan utama dari
pendampingan adalah adanya KEMANDIRIAN kelompok masyarakat. Kemandirian
disini menyiratkan suatu kemampuan otonom untuk mengambil keputusan
bertindak berdasarkan keputusannya itu dan memilih arah tindaknnya
sendiri tanpa terhalang oleh pengaruh dari luar atau yang diinginkan
oleh orang lain/pihak lain. Untuk mencapai kemandirian yang demikian
dibutuhkan suatu kombinasi dari kemampuan materi, intelektual,
organisasi dan manajemen. Dengan demikian sebenarnya 3 elemen pokok
dalam kemandirian, yaitu Kemandirian Material, Kemandirian Intelektual,
dan Kemandirian Pendampingan.
Kemandirian Material yaitu
kemampuan produktif guna memenuhi kebutuhan dasar dan mekanisme untuk
tetap dapat tetap bertahan pada waktu krisis. Hal ini bisa diperoleh
melalui pertama proses mobilisasi sumberdaya pribadi dan atau keluarga
dengan mekanisme menabung dan penghapusan sumberdaya non produktif.
Penegasan tuntutan atas hak-hak ekonomis, seperti : Surplus yang hilang
karena pertukaran yang tidak seimbang.
Kemandirian Intelektual
yaitu pembentukan dasar pengetahuan otonom oleh masyarakat yang
memungkinkan mereka menanggulangi bentuk-bentuk dominasi yang muncul.
Dengan dasar tersebut masyarakat akan dapat menganalisis hubungan
sebab-akibat dari suatu masalah yang muncul.
Kemandirian Pendampingan
yaitu kemampuan otonom masyarakat untuk mengembangkan diri mereka
sendiri dalam bentuk pengelolaan tindakan kolektif yang membawa pada
perubahan kehidupan mereka. (Sebagai catatan : dalam proses pendampingan
ada intervensi pendamping dari luar, maka pada tahap kemandirian
pendamping kelompok masyarakat berasal dari dalam).
D. Fokus Pendampingan
Bila tujuan pendampingan kelompok
masyarakat adalah tewujudnya kemandirian dibidang material, intelektual,
organisasi dan manajemen, oleh karena itu fokus pendampingan harus
mengarah pada pencapaian tujuan tersebut, yakni melalui :
Penyadaran berfikir kritis dan analitis
Yaitu mengajak anggota kelompok terbiasa
untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi dengan meneliti hubungan
sebab-akibat yang ditimbulkan dari masalah tersebut.
Penggunaan atas hak dan kewajiban individu dan kolektif
Yaitu mengajak anggota kelompok terbiasa
bertindak atas dasar hak dan kewajuban yang dimiliki (= tidak mengatas
namakan secara tidak tepat).
Tertib administrasi dan keterbukaan organisasi
Yaitu mengajak anggota kelompok terbiasa
bahwa tertib administrasi dan keterbukaan didalam oragnisasi bukan
didasari kecurigaan tetapi justru merupakan cermin pertanggungjawaban
diantara mereka.
Pengembangan sumber daya produktif
Yaitu mengajak anggota kelompok sadar
agar dalam mengembangkan usaha bukan sekali “beruntung”, tetapi usaha
yang untung secara berkelanjutan. Hal ini berarti dalam berusaha bukan
hanya mengambil/memanfaatkan tetapi juga harus mampu melestarikan dan
mengembangkan sumberdaya produktif yang ada.
Kaderisasi
Yaitu mengajak anggota kelompok sadar
bahwa dalam suatu proses pendampingan dimana adanya intervensi dari luar
yakni pendamping pada saatnya akan berakhir dan harus digantikan oleh
pendamping yang datang dari dalam kelompok itu sendiri.
E. Siapakah pendamping kelompok masyarakat ?
Dalam pembahasannya sebelumnya telah
diuraikan bahwa dalam proses pendampingan kelompok masyarakat pada
awalnya akan terjadi intervensi dari luar yaitu denagn adanya pendamping
dari luar.
Tetapi ketika kelompok telah mencapai
tahap kemandirian, maka peran pendamping dari luar akan digantikan oleh
pendmping dari dalam kelompok itu sendiri. Oleh karena itu siapapun dan
dari manapun, seorang pendamping kelompok masyarakat adalah mereka yang :
- Mempunyai komitmen pada pengembangan kaum marginal
- Percaya pada kreativitas kaum marginal/miskin
- Mempromosikan pembebasan kemampuan kreatif kaum miskin
- Membantu menanggulangi rintangan menuju pada tindakan
- Obyektif, pandangan bebas dari prasangka atau tidak terikat pada suatu paham pengetahuan tertentu, tetapi lebih mendasarkan pada suatu perspektif sosial tertentu yang ada pada masyarakat.
Para pendamping inilah selanjutnya yang kita sebut sebagai para agen pembaharu.
F. Peran-peran apa yang dilakukan Pendamping ?
Mendasarkan pada pengertian pendamping
tersebut diatas sejumlah peran kiranya bisa diambil oleh seorang
pendamping kelompok masyarakat, tetapi dalam besarannya dapat dibedakan
menjadi 3, yaitu sebagai konsultan, fasilitator, dan pelatih.
1. Konsultan
Dalam hal ini pendamping harus mampu
menjadikan dirinya tempat bertanya, menampung permasalahan atau
kendala-kendala yang dihadapi para fungsionaris kelompok masyarakat dan
memberika alternatif pemecahan masalah dengan tetap ada ditangan
kelompok masyarakat sendiri.
2. Fasilitator
Sebagai seorang “fasilitator”,
pendamping harus mampu memfasilitasi terjadinya proses dinamis dalam
pengembangan masyarakat menuju pada perubahan yang lebih baik. Dalam
perannya inilah seorang pendamping sering disebut sebagai process
provider. Sebagai process provider seorang pendamping harus mampu
memberikan motivasi (motivator) kepada kelompok masyarakat yang putus
asa, pasrah, “nrimo”, bahkan pesimis dan apatis supaya menjadi lebih
bersemangat dan berpengharapan untuk menyongsong masa depan yang lebih
baik. Ada kalanya kelompok masyarakat mengalami stagnasi dan pasif,
untuk itu pendamping harus mampu mendinamisasi (dinamisator) supaya
proses transformasi dan pemberdayaan terjadi secara berdaya guna
sehingga mencapai tujuan yang diharapkan. Pendamping juga harus mampu
memfasilitasi kebutuhan kelompok dalam hubungannya dengan pihak luar.
Baik dalam hal menemukan akses sumberdaya, pasar, maupun dalam
mempromosikan kelompok agar mendapatkan pengakuan dari pihak luar. Dalam
hal ini peran melakukan mediasi atau sebagai mediator (bridging) terjadi.
3. Pelatih
Dalam kaitannya dengan upaya peningkatan
pengetahuan dan keterampilan serta terjadinya perubahan sikap dalam
diri para fungsionaris maupun anggota kelompok, maka seorang pendamping
juga harus mampu menjadi pelatih bagi kelompok masyarakat.
Ketiga peran tersebut diatas sebenarnya
bukan peran yang berdiri sendiri-sendiri tetapi merupakan satu kesatuan,
dimana satu dengan yang lain akan saling berkaitan dan mendukung.
Sebagai contoh : sebagai seorang pelatih, seorang pendamping memiliki
keterbatasan kemampuan dalam hal pelatihan teknis (seperti : cara
membuat tahu atau barang kerajinan). Untuk itu pendamping harus tetap
mengupayakan pelatih dibidang tersebut dengan jalan mengfungsikan peran
yang lain yaitu sebagai fasilitator untuk menghubungkan atau mencari
orang lain yang dapat memberikan pelatihan teknis tersebut. Dengan
demikian tidak harus semuanya dia sendiri yang melakukan.
G. Keterampilan –keterampilan apa yang harus dimiliki seorang pendamping ?
Untuk mendukung ketiga peran tersebut
diatas, seorang pendamping dituntut memiliki beberapa keterampilan pokok
dibawah ini, yaitu ;
1. Berkomunikasi dua arah (horisontal)
Bila kota konsisten dengan pengertian pendampingan seperti telah
diuraikan sebelumnya, maka dalam berkomunikasi harus dua arah dan
horisontal. Hal ini ditekankan guna menjaga hubungan yang sejajar antara
pendamping dengan kelompok, hubungan antar subyek dengan subyek bukan
subyek dengan obyek.2. Beradaptasi (= penyesuaian diri)
Kemampuan beradaptasi ini hendaknya
dilihat bukan hanya secara sepihak dalam arti pendamping harus mampu
menyesuaikan diri dengan gaya hidup, adat atau kebiasaan masyarakat.
Tetapi juga kemampuan untuk mengajak masyarakat menerima hal-hal baru
diluar gaya hidup atau kebiasaan mereka selama ini. Kesalahan selama ini
pendamping yang selalu bisa beradaptsi tehadap masyarakat, tetapi
apalah artinya pendamping yang bisa melakukan penyesuaian diri tetapi
gagal membawa kelompok masyarakatnya menyesuaikan terhadap perubahan
yang dihadapi.
3. Studi dan Analisis Sosial
Seorang pendamping harus dapat memahami
dinamika dan realita sosial yang dihadapi masyarakat. Disisi lain tujuan
pendmpingan adalah kemadirian kelompok masyarakat dengan pendekatan dan
peningkatan partisipasi masyarakat. Oleh karena itu maka seorang
pendmping dituntut untuk selalu mengasah kemampuannya dalam melihat dan
menganalisis kondisi sosial akurat dan tepat seperti kemiskinan,
ketergantungan dan keterkaitan proses sosial baik pada tingkat mikro
maupun makro.
4. Menangani ketegangan dan konflik
Menangani ketegangan dan konflik disini
bukan hanya yang terjadi didalam kelompok masyarakat, tetapi juga
menyangkut yang diluar kelompok. Sebab tuga spendamping dengan
masyarakat menyangkut dua kepentingan yang berbeda. Mereka yang menolak
perubahan atau dirugikan oleh inisiatif mandiri amsyarakat, akan memilih
pendamping sebagai target serangan.
Contoh : keterikatan antara masyarakat
dengan tengkulak/pengijon. Maka kemandirian masyarakat sebagai dampak
dari proses pendampingan akan dilihat sebagai ancaman terhadap pekerjaan
mereka. Oleh karena itu pendamping akan dilihat senagai musuh oleh para
tengkulak/pengijon tersebut.
5. Belajar secara terus menerus.
Bukanlah suatu pekerjaan yang mudah bagi
pendamping (apalagi yang ada didaerah pedalaman) untuk dapat belajar
terus menerus. Dalih keterbatasan dana, transportasi dan sumber belajar
akan menjadi alasan yang sah padahal kemampuan seorang pendamping tidak
akan cukup bila hanya mendasarkan pada pelatihan awal sebagai persiapan
sebagai pendaming. Bila menyadari bahwa kelompok masyarakat pun
mengalami perubahan dan perkmbangan, jelas banyak kemapuan pendamping
bila tidak dikembangkan tidak akan mampu mengikuti perkembangan
kelompoknya. Sumber belajar bagi pendamping hendaknya dilihat bukan
hanya sebatas pelatihan dan buku, tetapi interaksi dengan berbagai
pihakpun akan dapat dijadikan sumber belajar yang efektif.
6. Menghapuskan diri
Kemampuan menghapuskan diri mnjadi yang
paling menantang bagi seorang pendamping buakn karena sulit untuk
dilakukan, tetapi lebih karena adanya hambatan psikologis. Seorang
pendamping dengan bangganya akan menceritakan bagaimana kelompok
masyarakat “menangis” dan merasa kehilangan ketika ia mengakhiri
tugasnya sebagi pendamping disana. “Kalau Bapak pergi siapa lagi yang
akan mendampingi kami ?” Pendamping akan merasa kecewa atau gagal bila
kelomok masyarakat mengatakan : “terima kasih Pak atas bantuannya selama
ini, kami sekarang tidak perlu bantuan Bapak lagi, kami sudah bisa
membangun kampung sendiri”. Padahal keberhasilan dalam proses
pendampingan ialah ketika kelompok masyarakat yang didampingi tealh
mandiri dan mempunyai pendamping yang berasal dari mereka sendiri untuk
melakukan proses pendmpingan selanjutnya.
Dengan demikian kemampuan seorang
pendamping untuk menciptakan kader-kader pendamping yang berasal dari
kelompok masyarakat itu sendiri merupakan indiktor utama keberhasilannya
sebagai pendmping, jadi bukan sebaliknya. Sebab proses pendampingan
bukan untuk menciptakan ketergantungan baru bagi kelompok masyarakat.
Posting Komentar