Pemberdayaan Perempuan Pemberdayaan (empowerment )
berasal dari kata dasar “daya”kemudian menjadi “berdaya” yang berarti
mempunyai kemampuan, kekuatandan kekuasaan.
Istilah pemberdayaan menurut Heru Nugroho adalah suatu proses penyadaran akan potensi
atau daya yang dimiliki untuk menjadi berdaya dan diaktualisasikan dengan
partisipasi melalui pendampingan untuk mentransfer pengetahuan.
Pemberdayaan perempuan yang dimaksud adalah suatu
proses yangdilakukan untuk memberikan
kemampuan atau kekuatan pada perempuanuntuk
dapat menjadi perempuan yang mandiri dengan potensi yang ada padadiri
mereka.
Adapun peran
strategis yang dapat dijalankan oleh kaum perempuan meliputi:
Pertama,
peran
untuk ambil bagian dalam merancang suatu model baru pembangunan, yang
digerakkan oleh suatu tata kelola pemerintahan yang baik dan adil
gender. Kaum perempuan dapat mendorong berkembangnya pandangan baru dan
ukuran#ukuran baru, sehingga kiprah kaum perempuan tetap dilihatdalam
kacamata
perempuan dan bukan kacamata yang bias gender.
Kedua, peran
untuk ambil bagian dalam proses politik, khususnya proses pengambilan
keputusan politik yang dapat berimplikasi pada kehidupan publik.Dalam hal ini, kaum perempuan sudah saatnya
membangun keberanian untuk memasuki
ranah politik, baik menjadi penggerak partai politik, masuk ke parlemen,
atau berjuang melalui posisi kepala daerah.
Ketiga, peran untuk ambil bagian dalam proses sosial dan ekonomi
dan produksi, serta proses kemasyarakatan yang luas. kaum perempuan
dapatmenjadi penggerak kebangkitan
perekonomian nasional yang lebih berkarakter,yakni perekonomian yang berbasis
produksi, bukan konsumsi. Kaum perempuan sudah saatnya memanfaatkan ruang yang
telah terbuka dengan sebaik-baiknya.
Beberapa kebijakan yang mulai memperlihatkan suatukesadaran tentang
kesetaraan dan keadilan gender, tentu perlu diperluas dan padagilirannya arah dan seluruh gerak negara,
berorientasi pada usaha membanguntata kehidupan yang setara dan berkeadilan. Kita
percaya bahwa hal ini sangat mungkin
diwujudkan, sepanjang kita setia pada cita-cita proklamasikemerdekaan
dan ideologi bangsa, yakni Pancasila. Dengan berjalan di atas garisideologi dan
cita-cita proklamasi, kita percaya bahwa tata hidup yang setara
dan berkeadilan, akan dapat diraih dengan gemilang.
Upaya
pemberdayaan harus dimulai dengan ketika proses tersebut bahkan belum
dilaksanakan. !ebagai sasaran kegiatan, perempuan wajib
untuk mempertanyakan setiap langkah yang diambil oleh fasilitator untuk
memastikan bahwa keberadaan mereka tidak sekedar pelengkap bagi sebuah
proyek.Perempuan, dalam konstruksi pemberdayaan
merupakan salah satukelompok masyarakat
yang tidak diuntungkan oleh praktek-praktek pembangunan.
Dengan kondisi yang demikian, perempuan, dalam hal ini konsepgender yang melingkupinya, harus mendapatkan
perhatian utama dalam proses pembagunan. termasuk dalam kelompok
ini selain gender adalah ras dan kelas masyarakat. &enjembatani
keterbatasan kekuatan yang dimiliki perempuan sertaketidak beruntungan mereka dalam mengakses hasil-hasil pembangunan, pemberdayaan
perlu diseting, dalam tiga tahapan utama, yaitu:
1. Kebijakan dan Perencanaan
2. Tindakan !osial dan Politik serta
peningkatan pendidikan dan
3. Kesadaran diri
Pemberdayaan dalam tahap kebijakan dan perencanaan dapat dimulaidengan melakukan
perubahan struktur atau lembaga untuk menjadi lebih aksesibel bagi
perempuan. Kebijakan atau perangkat yang menyertainya perlu dipastikan
akan memberi keuntungan bagi perempuan. Di dalam aturan dan kebijakan yang dimuat
penting untuk memastikan telah terjadi perubahan struktur kekuasaan dengan
keterlibatan perempuan di dalamnya. Hal tersebut menjadi sangat krusial karena
kekuasaan dalam implementasinya akan selalu mengarahkan pola pikir masyarakat
yang kemudian menjadi sebuah alat bagi terciptanya dominasi.
Disamping itu adalah dalam bagian yang lain, pendidikan dan upaya-upaya membangun kesadaran perempuan terhadap konsep
dan hakikat keberadaan mereka yang
sebenarnya akan menjadi senjata bagi munculnya kekuatan. Namun membangun kesadaran perempuan, apa lagi dihadapkan
padakultur patriarki yang mendominasi cara berfikir masyarakat, dibutuhkan
lebihdari sekedar memberikan berbagai pelatihan dengan studi kasus di dalamnya.
Hakikat keadilan, sebagai muara akhir segalanya, menjadi sebuah konsep
pentingyang harus ditanamkan. Hal tersebut perlu dilakukan secara bertahap,
mulai dari level individu untuk kemudian
mengarah pada upaya membangun kesadaranmasyarakat secara keseluruhan. Dalam
usaha pemberdayaan perempuan, permasalahan yang paling rumit dihadapi pemerintah adalah budaya dan adat
istiadat masyarakat.
Di beberapa wilayah, perempuan mendapatkan posisi
yang demikian penting dimata adat danmasyarakat, namun di sebagian besar
lainya, perempuan tidak mendapatkan hak dan kesempatan untuk maju.
$eterbatasan disatu sisi dan tuntutan dunia terhadap gender
mainstreaming pada akhirnya justru
menempatkan program-program pemerintah sebatas dalam tahapan
inisiasi di tingkat kebijakan dan
jomplang ditingkat
implementasi.
Program-program pemerintah
seperti PKK, arisan dan lain-lain yang ditujukan
kepada perempuan justru menjadi alat pembenar bagi ketidak adilan gender yang
mendominasi. Berkaca dari permasalahan tersebut, LSM muncul dengan tawaran program pendampingan dan pelatihannya.
Berbeda dengan pemerintah, patriarki justru secara nyata
ditempatkan sebagai lawan yang harus dihancurkan. Berbagai strategi dilakukan baik melalui pemaksaan konsep-konsep keadilan gender kepada pemerintah sampai pada
upaya nyatamendekonstruksikan budaya yang telah mengakar di pola pikir
masyarakat.
LSM menawarkan rasionalitas,
membuka logika berpikir masyarakat dengan berbagaimacam kegiatan. Untuk membangun kesadaran perempuan, pendampinganmenjadi
pilihan strategis yang paling banyak dilakukan. Namun sebagaimana disingungkan di atas, LSM sering terjebak dengan
apa yang disebutuniversalisme perempuan,
bahwa perempuan di manapun adalah sama, selalu tertindas.
Need
assessment yang dilakukan lebih
pada melihat gejala-gejala dipermukaan
namun kadang melupakan kenyataan yang tersembunyi. Dalam kondisi yang sedemikian pelik, sebenarnya masyarakatlah
yang mampumemberikan keberdayaan bagi
diri mereka sendiri. Meski tidak secara mutlak berasal dari
masyarakat, kesadaran diri menjadi kunci implementasi berbagaimacam program pemberdayaan. Dengan ditopang
pengetahuan yang lebihlengkap mengenai
potensi dan kelemahan diri sendiri, kebutuhan akandideskripsikan dengan lebih
tepat.
Pemerintah mempunyai kemenangan memberikan legitimasi dan
dukungan finansial, LSM kuat dalam hal ide dangagasan, sementara masyarakat
punya nilai#nilai bersama yang menjadi modalmencapai kesejateraan bersama.$etika pihak#pihak yang berkompeten sudah secara nyata terlibat, kunci berikutnya
yang harus dimiliki dalam membuka rantai ketidakadilan perempuanadalah partisipasi. Dalam aktiAitas pemberdayaan,
semua anggota masyarakatdituntut untuk terlibat dan dilibatkan dengan harapan
partisipasi tersebut dapat bermanfaat bagi keberlanjutan program
ketika interAensi pihak luar berhenti. Semakin
banyak masyarakat yang berprtisipasi serta semakin aktif tingkat partisipasinya,
tujuan untuk menciptakan sebuah commuity based development dalam berbagai
isu di dalamnya akan dapat tercapai.
Dalam rangka membangun keberdayaan perempuan, organisasi atau kelompok
masyarakat harus secara bijak mengartikan partisipasi. Gerakan perempuan dalam perjuangannya
berbeda dengan gerakan sosial pada umumnya.Tujuan
yang hendak dicapai tidak hanya semata perubahan nasib perempuan,melainkan juga
perubahan konstruksi budaya yang ada di masyarakat. 'ntuk mendukung
pencapaian tujuan diatas, partisipasi masyarakat secara kuantitasmenjadi
indikator penting yang diperhatikan. Semakin
banyak orang yang terlibat dalam gerakan perempuan, dapatdiasumsikan bah%a mereka sudah paham gender dan
hal tersebut tentu sangat baik bagi proses penciptaan keadilan
gender bagi perempuan.
Sementara
itu,sebagai sebuah akhir/tujuan, partisipasi
masyarakat diharapkan tidak hanyasebatas
mengetahui, namun saling berkompetisi dalam merumuskan program# program
dan kegiatan yang bermanfaat. U'ntuk sampai dalam tahap ini,diperlukan sebuah
ketekunan dari trainer, pendamping atau konsultan untuk terusmenerus
mendistribusikan pengetahuan, meningkatkan pengetahuan masyarakatsembari
berkomunikasi bagaimana proses pembangunan akan dilaksanakan. Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah
untuk perubahan sosial, tentu tidak
terlepas dari perubahan manusia itu sendiri. Islam menawarkan konsep bahwa, manusia sebagai kunci utama dalam
peroses perubahan (dalam komunitas) nya. Hal ini sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an
Surat ;ra’du ayat 11
yang terjemahannya: “Sesungguhnya Allah
tidak merubah keadaan sesuatu kaum, sehingga mereka merubah keadaan
yang ada pada diri mereka sendiri.
Ayat Surat Ar-Ra’du di atas memberikan penjelasan
tentang konsep perubahan masyarakat (tgyir), yang menurut &. Quraisy
Syihab ditafsirkansebagai sebuah proses perubahan yang memberi posisi manusia
menjadi pelaku perubahan. Dalam posisinya sebagai pelaku perubahan,
disamping manusia berperan sebagai totalitas atau manusia sebagai wujud
pribadi-pribadi personal,dalam ayat tersebut manusia juga diposisikan sebagai
bagian dari komunitas ataumasyarakat.
Pemakaian kata kaum menunjukkan bahwa
proses perubahan yang dimaksudkan dalam ayat Surat Ar-Ra’du adalah sebuah
proses perubahanmasyarakat (sosial).
Berdasarkan surat Ar-Ra’du ayat 11, juga teridentifikasi bahwa ada dua hal pokok dalam
proses perubahan sosial menurut Islam. Pertama, Islam memandang bahwa perubahan sosial haruslah dimulai
dari individu (Ibda binnafsi) dimulai
dari diri sendiri. Kedua , secara berangsur-angsur, perubahan individu
ini harus disusul dengan perubahan struktural. Perubahan yang kedua ini menurut Sabirin, adalah perubahan secara
berjamaah, yang sudah distrukturkan secara lebih baik. Berangkat dari berbagai pemahaman konsep pemberdayaan
perempuan dalam pembangunan sosial,
berikut beberapa tingkatan pemberdayaan perempuan yang dapat
diterapkan dalam pembangunan sosial di Indonesia. Menurut Sara Longwe (Pemberdayaan perempuan yang dilakukan pada komunitas
masyarakat harus mencakup kelima level di bawah ini:
1. Kesejahteraan/ pemenuhan kebutuhan
dasar (Welfare)
2. Keterbukaan
akses, antara lain: pendidikan, keterampilan, informasi, dan kredit ( Access
)
3. Kesadaran kritis (Conscientisation)
4. Pergerakan (Mobilization) atau partisipasi dalam pengambilan keputusan, baik di
tingkat rumah tangga, kehidupan bermasyarakat, dan area publik/ politik
dan
5. Control terhadap sumber daya,
implementasi dalam pengambilan keputusan,dan
termasuk keterwakilan dalam lembaga pengambilan keputusan(Control).
Posting Komentar