News Update :
Home » » Strategi Pemberdayaan Perempuan

Strategi Pemberdayaan Perempuan

Penulis : Unknown on Senin, 08 Juni 2015 | 09.05

Pemberdayaan Perempuan Pemberdayaan (empowerment ) berasal dari kata dasar “daya”kemudian menjadi “berdaya” yang berarti mempunyai kemampuan, kekuatandan kekuasaan.
Istilah pemberdayaan menurut Heru Nugroho adalah suatu proses penyadaran akan potensi atau daya yang dimiliki untuk menjadi berdaya dan diaktualisasikan dengan partisipasi melalui pendampingan untuk mentransfer pengetahuan.
 Pemberdayaan perempuan yang dimaksud adalah suatu proses yangdilakukan untuk memberikan kemampuan atau kekuatan pada perempuanuntuk dapat menjadi perempuan yang mandiri dengan potensi yang ada padadiri mereka.
Adapun peran strategis yang dapat dijalankan oleh kaum perempuan meliputi:  
Pertama, peran untuk ambil bagian dalam merancang suatu model baru pembangunan, yang digerakkan oleh suatu tata kelola pemerintahan yang baik dan adil gender. Kaum perempuan dapat mendorong berkembangnya pandangan baru dan ukuran#ukuran baru, sehingga kiprah kaum perempuan tetap dilihatdalam kacamata perempuan dan bukan kacamata yang bias gender.
Kedua,  peran untuk ambil bagian dalam proses politik, khususnya proses pengambilan keputusan politik yang dapat berimplikasi pada kehidupan publik.Dalam hal ini, kaum perempuan sudah saatnya membangun keberanian untuk memasuki ranah politik, baik menjadi penggerak partai politik, masuk ke parlemen, atau berjuang melalui posisi kepala daerah.
Ketiga, peran untuk ambil bagian dalam proses sosial dan ekonomi dan produksi, serta proses kemasyarakatan yang luas. kaum perempuan dapatmenjadi penggerak kebangkitan perekonomian nasional yang lebih berkarakter,yakni perekonomian yang berbasis produksi, bukan konsumsi. Kaum perempuan sudah saatnya memanfaatkan ruang yang telah terbuka dengan sebaik-baiknya. Beberapa kebijakan yang mulai memperlihatkan suatukesadaran tentang kesetaraan dan keadilan gender, tentu perlu diperluas dan padagilirannya arah dan seluruh gerak negara, berorientasi pada usaha membanguntata kehidupan yang setara dan berkeadilan. Kita percaya bahwa hal ini sangat mungkin diwujudkan, sepanjang kita setia pada cita-cita proklamasikemerdekaan dan ideologi bangsa, yakni Pancasila. Dengan berjalan di atas garisideologi dan cita-cita proklamasi, kita percaya bahwa tata hidup yang setara dan berkeadilan, akan dapat diraih dengan gemilang.
Upaya pemberdayaan harus dimulai dengan ketika proses tersebut bahkan belum dilaksanakan. !ebagai sasaran kegiatan, perempuan wajib untuk mempertanyakan setiap langkah yang diambil oleh fasilitator untuk memastikan bahwa keberadaan mereka tidak sekedar pelengkap bagi sebuah proyek.Perempuan, dalam konstruksi pemberdayaan merupakan salah satukelompok masyarakat yang tidak diuntungkan oleh praktek-praktek  pembangunan. Dengan kondisi yang demikian, perempuan, dalam hal ini konsepgender yang melingkupinya, harus mendapatkan perhatian utama dalam proses pembagunan. termasuk dalam kelompok ini selain gender adalah ras dan kelas masyarakat. &enjembatani keterbatasan kekuatan yang dimiliki perempuan sertaketidak beruntungan mereka dalam mengakses hasil-hasil pembangunan, pemberdayaan perlu diseting, dalam tiga tahapan utama, yaitu: 
      1. Kebijakan dan Perencanaan
             2. Tindakan !osial dan Politik serta peningkatan pendidikan dan
      3.  Kesadaran diri
Pemberdayaan dalam tahap kebijakan dan perencanaan dapat dimulaidengan melakukan perubahan struktur atau lembaga untuk menjadi lebih aksesibel bagi perempuan. Kebijakan atau perangkat yang menyertainya perlu dipastikan akan memberi keuntungan bagi perempuan. Di dalam aturan dan kebijakan yang dimuat penting untuk memastikan telah terjadi perubahan struktur kekuasaan dengan keterlibatan perempuan di dalamnya. Hal tersebut menjadi sangat krusial karena kekuasaan dalam implementasinya akan selalu mengarahkan pola pikir masyarakat yang kemudian menjadi sebuah alat bagi terciptanya dominasi.  
Disamping itu adalah dalam bagian yang lain, pendidikan dan upaya-upaya membangun kesadaran perempuan terhadap konsep dan hakikat keberadaan mereka yang sebenarnya akan menjadi senjata bagi munculnya kekuatan. Namun membangun kesadaran perempuan, apa lagi dihadapkan padakultur patriarki yang mendominasi cara berfikir masyarakat, dibutuhkan lebihdari sekedar memberikan berbagai pelatihan dengan studi kasus di dalamnya. Hakikat keadilan, sebagai muara akhir segalanya, menjadi sebuah konsep pentingyang harus ditanamkan. Hal tersebut perlu dilakukan secara bertahap, mulai dari level individu untuk kemudian mengarah pada upaya membangun kesadaranmasyarakat secara keseluruhan. Dalam usaha pemberdayaan perempuan, permasalahan yang paling rumit dihadapi pemerintah adalah budaya dan adat istiadat masyarakat. 
Di beberapa wilayah, perempuan mendapatkan posisi yang demikian penting dimata adat danmasyarakat, namun di sebagian besar lainya, perempuan tidak mendapatkan hak dan kesempatan untuk maju. $eterbatasan disatu sisi dan tuntutan dunia terhadap  gender mainstreaming  pada akhirnya justru menempatkan program-program pemerintah sebatas dalam tahapan inisiasi di tingkat kebijakan dan
jomplang  ditingkat implementasi. 
Program-program pemerintah seperti PKK, arisan dan lain-lain yang ditujukan kepada perempuan justru menjadi alat pembenar bagi ketidak adilan gender yang mendominasi. Berkaca dari permasalahan tersebut, LSM muncul dengan tawaran program pendampingan dan pelatihannya. Berbeda dengan pemerintah, patriarki justru secara nyata ditempatkan sebagai lawan yang harus dihancurkan. Berbagai strategi dilakukan baik melalui pemaksaan konsep-konsep keadilan gender kepada pemerintah sampai pada upaya nyatamendekonstruksikan budaya yang telah mengakar di pola pikir masyarakat.  
LSM menawarkan rasionalitas, membuka logika berpikir masyarakat dengan berbagaimacam kegiatan. Untuk membangun kesadaran perempuan, pendampinganmenjadi pilihan strategis yang paling banyak dilakukan. Namun sebagaimana disingungkan di atas, LSM sering terjebak dengan apa yang disebutuniversalisme perempuan, bahwa perempuan di manapun adalah sama, selalu tertindas.
Need assessment  yang dilakukan lebih pada melihat gejala-gejala dipermukaan namun kadang melupakan kenyataan yang tersembunyi. Dalam kondisi yang sedemikian pelik, sebenarnya masyarakatlah yang mampumemberikan keberdayaan bagi diri mereka sendiri. Meski tidak secara mutlak  berasal dari masyarakat, kesadaran diri menjadi kunci implementasi berbagaimacam program pemberdayaan. Dengan ditopang pengetahuan yang lebihlengkap mengenai potensi dan kelemahan diri sendiri, kebutuhan akandideskripsikan dengan lebih tepat.
Pemerintah mempunyai kemenangan memberikan legitimasi dan dukungan finansial, LSM kuat dalam hal ide dangagasan, sementara masyarakat punya nilai#nilai bersama yang menjadi modalmencapai kesejateraan bersama.$etika pihak#pihak yang berkompeten sudah secara nyata terlibat, kunci berikutnya yang harus dimiliki dalam membuka rantai ketidakadilan perempuanadalah partisipasi. Dalam aktiAitas pemberdayaan, semua anggota masyarakatdituntut untuk terlibat dan dilibatkan dengan harapan partisipasi tersebut dapat bermanfaat bagi keberlanjutan program ketika interAensi pihak luar berhenti. Semakin banyak masyarakat yang berprtisipasi serta semakin aktif tingkat partisipasinya, tujuan untuk menciptakan sebuah commuity based development dalam berbagai isu di dalamnya akan dapat tercapai.
Dalam rangka membangun keberdayaan perempuan, organisasi atau kelompok masyarakat harus secara bijak mengartikan partisipasi. Gerakan perempuan dalam perjuangannya berbeda dengan gerakan sosial pada umumnya.Tujuan yang hendak dicapai tidak hanya semata perubahan nasib perempuan,melainkan juga perubahan konstruksi budaya yang ada di masyarakat. 'ntuk mendukung pencapaian tujuan diatas, partisipasi masyarakat secara kuantitasmenjadi indikator penting yang diperhatikan. Semakin banyak orang yang terlibat dalam gerakan perempuan, dapatdiasumsikan bah%a mereka sudah paham gender dan hal tersebut tentu sangat baik bagi proses penciptaan keadilan gender bagi perempuan.
Sementara itu,sebagai sebuah akhir/tujuan, partisipasi masyarakat diharapkan tidak hanyasebatas mengetahui, namun saling berkompetisi dalam merumuskan program# program dan kegiatan yang bermanfaat. U'ntuk sampai dalam tahap ini,diperlukan sebuah ketekunan dari trainer, pendamping atau konsultan untuk terusmenerus mendistribusikan pengetahuan, meningkatkan pengetahuan masyarakatsembari berkomunikasi bagaimana proses pembangunan akan dilaksanakan. Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk perubahan sosial, tentu tidak terlepas dari perubahan manusia itu sendiri. Islam menawarkan konsep bahwa, manusia sebagai kunci utama dalam peroses perubahan (dalam komunitas) nya. Hal ini sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an Surat ;ra’du ayat 11 yang terjemahannya: “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum, sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
Ayat Surat Ar-Ra’du di atas memberikan penjelasan tentang konsep perubahan masyarakat (tgyir), yang menurut &. Quraisy Syihab ditafsirkansebagai sebuah proses perubahan yang memberi posisi manusia menjadi pelaku perubahan. Dalam posisinya sebagai pelaku perubahan, disamping manusia berperan sebagai totalitas atau manusia sebagai wujud pribadi-pribadi personal,dalam ayat tersebut manusia juga diposisikan sebagai bagian dari komunitas ataumasyarakat. Pemakaian kata kaum menunjukkan bahwa proses perubahan yang dimaksudkan dalam ayat Surat Ar-Ra’du adalah sebuah proses perubahanmasyarakat (sosial).
Berdasarkan surat Ar-Ra’du ayat 11, juga teridentifikasi bahwa ada dua hal pokok dalam proses perubahan sosial menurut Islam. Pertama, Islam memandang bahwa perubahan sosial haruslah dimulai dari individu (Ibda binnafsi) dimulai dari diri sendiri. Kedua , secara berangsur-angsur, perubahan individu ini harus disusul dengan perubahan struktural. Perubahan yang kedua ini menurut Sabirin, adalah perubahan secara berjamaah, yang sudah distrukturkan secara lebih baik. Berangkat dari berbagai pemahaman konsep pemberdayaan perempuan dalam pembangunan sosial, berikut beberapa tingkatan pemberdayaan perempuan yang dapat diterapkan dalam pembangunan sosial di Indonesia. Menurut Sara Longwe (Pemberdayaan perempuan yang dilakukan pada komunitas masyarakat harus mencakup kelima level di bawah ini:
1.   Kesejahteraan/ pemenuhan kebutuhan dasar (Welfare)
2.   Keterbukaan akses, antara lain: pendidikan, keterampilan, informasi, dan kredit ( Access )
3.   Kesadaran kritis (Conscientisation)
4.   Pergerakan (Mobilization) atau partisipasi dalam pengambilan keputusan, baik di tingkat rumah tangga, kehidupan bermasyarakat, dan area publik/ politik dan
5.   Control terhadap sumber daya, implementasi dalam pengambilan keputusan,dan termasuk keterwakilan dalam lembaga pengambilan keputusan(Control).
Share this article :

Posting Komentar

Berita Terbaru

 
Design Template by panjz-online | Support by creating website | Powered by Blogger